Pandangan Hukum Islam terhadap Penggunaan Layanan Digital Zakat
Zakat merupakan ibadah wajib yang mesti dikerjakan oleh setiap muslim. Saat pandemi Covid-19 melanda, tren zakat digital naik mencapai Rp 90 miliar pada akhir tahun 2020. Namun dibanding penyaluran zakat secara konvensional, zakat digital masih kalah banyak dari jalur konvensional.
Adapun kendala yang dihadapi oleh lembaga amil zakat adalah bagaimana meningkatkan literasi layanan zakat digital ini karena belum semua orang mengetahui. Maka dari itu, harus ditekankan betul bahwa pembayaran zakat lewat digital itu mudah, praktis, dan yang pasti sudah sesuai dengan ketentuan syariah.
Tentu saja zakat digital ini mempunyai banyak keunggulan, zakat digital lebih mudah dilakukan oleh orang yang belum pernah zakat melalui digital sekalipun, karena dibagian menu website lembaga zakat terdapat panduan penggunaan serta kalkulator zakat untuk menghitung banyaknya zakat yang wajib dikeluarkan oleh muzakki, jadi tidak perlu bingung berapa zakat yang harus kita keluarkan dan bagimana caranya. Selain itu, sasaran zakat digital ini juga diperuntukkan bagi para generasi milenial dan generasi Z yang sudah friendly dengan apa-apa yang serba online.
Penggunaan Layanan Digital Zakat
Proses pembayaran zakat digital bisa dilakukan melalui bantuan sistem digital atau online, dimana muzakki tidak perlu bertemu langsung dalam melakukan pembayaran zakat, melainkan dapat dilakukan melalui media e-commerce, QR code, layanan fintech, ataupun website lembaga-lembaga amil zakat.
Direktur BAZNAS Indonesia, Arifin Purwakananta mengatakan zakat digital ini adalah kemudahan masyarakat dalam berzakat, sedangkan ijab qabul itu transaksi, justru dengan adanya zakat digital, transaksi bisa langsung masuk ke lembaganya, dana zakat akan langsung masuk ke lembaga amil zakat tanpa melewati banyak perantara. Jadi, untuk transaksi, zakat digital memenuhi kaidah transaksi.
Mengenai sah tidaknya akad dan ijab qabul pada zakat online, Yusuf Al-Qardhawi yang mengikut madzhab Imam Syafi’I dalam Fiqhuzzakat, kurang lebih berpendapat bahwa “Seseorang pemberi zakat tidak juga harus menyatakan secara eksplisit kepada mustahik bahwa dana yang diberikan ialah zakat dan itu sudah merupakan hal yang sah” artinya, menurut pendapat Syaikh Yusuf Al-Qardhawi, mereka bisa menyalurkan zakatnya melalui online lewat lembaga atau badan amil zakat yang dikehendaki. Karena pada dasarnya ijab qabul tidak termasuk salah satu rukun zakat juga tidak termasuk syarat sah zakat. Karena, ibadah zakat sebenarnya berbeda dengan wakaf, hutang piutang maupun gadai dan sejenisnya.
Tetapi, apakah boleh mengeluarkan zakat dalam bentuk transfer uang?
Sebaiknya, pertama-tama dilihat dari segi tingkat keutamaannya, dimana yang lebih bermanfaat bagi fakir miskin. Bila makanan lebih bermanfaat dan jauh lebih penting. Namun apabila menggunakan uang dianggap lebih banyak manfaatnya, berzakat dengan uang menjadi lebih utama.
Maka, dalam pandangan Islam, zakat yang dilakukan secara online ini diperbolehkan, karena salah satu alasannya ialah hanya berbeda bentuk penyalurannya saja yaitu peralihan sistem dari manual ke otomatis. Dari yang biasanya datang ke lembaga amil zakat langsung tetapi kali ini hanya dengan mengakses dan mentransfer. Namun, tetap tidak meninggalkan syarat-syarat ataupun ketentuan-ketentuan dalam zakat.
Hukum Islam terhadap Penggunaan Layanan Digital Zakat
Lalu, bagaimana hukum pembayaran zakat tanpa berjabat tangan dan ijab qabul?
Seperti yang kita ketahui, zakat yang diserahkan melalui amil (lembaga) itu lebih utama daripada kita menyalurkannya sendiri langsung ke para mustahik, alasannya agar lebih tepat sasaran dalam pendayagunaan zakat serta sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Namun, selama Pandemi Covid-19 kita diharapkan patuh terhadap protokol kesehatan yang salah satunya dengan menjaga kontak fisik. Maka dari itu lembaga zakat membuat inovasi zakat digital dan harapannya zakat digital ini bisa terus meningkat.
Lalu, bagaimana melakukan transaksi zakat dengan tanpa berjabat tangan dan ijab qabul?
Kepala Pusat Kajian Strategis BAZNAS RI, Dr. Irfan Syauqi Beik mengatakan, salah satu tanda bahwa suatu transaksi berjalan dengan efektif adalah ketika adanya sighat di antara pihak yang terlibat yaitu ijab dan qabul dan para ulama sepakat bahwa ijab qobul itu tidak mesti dilakukan melalui tatap muka tetapi juga bisa dilakukan dengan berbagai media lain, baik melaui tulisan, isyarat ataupun media-media lain yang menunjukkan adanya kesepahaman bahwa transaksi itu dapat dijalankan dengan baik, serta semua pihak memahami segala konsekuensinya.
Di antara maqashid syariah yang perlu diperhatikan oleh institusi resmi seperti Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah harus dapat menyediakan berbagai macam media dan saluran yang membantu para muzakki dalam menunaikan kewajiban zakatnya tanpa melanggar hal-hal yang syarat, maka pada dasarnya hukum zakat digital adalah boleh termasuk dalam hal ini untuk membantu memudahkan membayar zakat, karena gaya hidup kita hari ini segala sesuatunya dilakukan secara online. Oleh karena itu, berdasarkan prinsipnya, membayar zakat secara online insyaallah tidak bertentangan dengan syariat, yang terpenting adalah harus diperjelas mekanismenya sehingga muncul kesepahaman di antara muzakki dan amil bahwa yang terjadi adalah transaksi zakat.
Nah, apa saja yang harus jelas?
Yang pertama, menu pembayaran zakat di from digital tersebut harus jelas tidak boleh ambigu, ini sedekah, zakat atau wakaf.
Yang kedua, lembaga penerimanya harus jelas karena undang-undang kita menegaskan bahwa lembaga yang berhak mengelola zakat itu adalah Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan yang sudah mendapatkan akreditasi serta pengesahan dari pemerintah.
Yang ketiga rekeningnya harus jelas dan harus rekening Lembaga Pengelola Zakat tersebut.
Yang keempat, perlunya notifikasi dari lembaga penerima zakat sebagai bentuk laporan kepada para muzakki yang sudah menunaikan zakatnya, karena undang-undang kita telah mewajibkan setiap lembaga zakat untuk menerbitkan bukti setor zakat dan disertakan dalam notifikasi e-mail yang sekaligus didalamnya dicantumkan juga doa kepada para muzakki yang telah menunaikan kewajibannya.
Selama mekanisme ini bisa dijalankan dengan baik, maka insyaallah menunaikan zakat melalui platform digital teknologi atau dengan kata lain berzakat secara online hukumnya insyaallah boleh dan sah.
Nah, kemudian zakat ini nantinya akan disalurkan kepada 3 kelompok:
Pertama, kelompok sosial; untuk bantuan bencana, bantuan pendidikan, kesehatan, dan sebagainya.
Kedua, Kelompok ekonomi; sebagai modal, pelatihan kerja, mendorong akses pasar, dakwah dan advokasi (membela orang-orang yang terpinggirkan, tertindas, dan para mualaf).
Harapan penyaluran zakat kepada ketiga kelompok tersebut nantinya dengan harapan agar dari status mustahik (orang yang menerima zakat) dapat naik menjadi kelompok muzakki (orang yang mengeluarkan zakat).
Posting Komentar untuk "Pandangan Hukum Islam terhadap Penggunaan Layanan Digital Zakat"